WHO AM I TO YOU
Buy This Book

Deskripsi

Penulis: Resky Widya Febriyanti (Re)
ISBN: Sedang diajukan
e-ISBN: Sedang diajukan

Kertas: Bookpaper 52 Gram

Ukuran: 13 x 19 cm / Doff

Jumlah Hal: BW 282 Halaman

PROLOG 

BAB 1 

\"Ra, lo udah di kampus? Katanya kelas Pak Wiyono bakal tetep besok.” 

\"Sial, gue udah di kampus lagi.\"

\"Serius? Nyubuh amat jam segini udah di kampus, tapi nggak apa-apa lo bisa pacaran, jadi nggak akan gabut banget.\"

“Ya udah, deh, gue mau sarapan dulu.” Tesara menghembuskan napas kesal, bisa-bisanya jam delapan pagi dia sudah berada di kampus demi kelas Pak Wiyono yang mendadak dipindahkan ke jam sembilan pagi, lalu mendadak tidak jadi lagi dan kelasnya akan berjalan besok sesuai jadwal.

Kalau tahu lebih awal, Tesara akan tinggal sedikit lebih lama di rumah papanya. Padahal niatnya siang ini mereka akan makan marugame udon bersama-sama sebelum Papa kembali disibukkan oleh pekerjaannya di kota lain, tapi ya sudahlah. 

Tesara mendatangi taman Fisip dan duduk di bawah pohon rindang sambil mengerjakan tugasnya. Taman Fisip memang selalu ramai karena tempatnya yang cocok dijadikan area untuk mengobrol santai atau mengerjakan tugas. Tesara menyandarkan tubuhnya di batang pohon sambil membuka laptop, dan memasang earphone di kedua telinganya. Lagu Lany yang berjudul Alonica pun dimainkan. 

Tesara memang sangat menyukai Lany. Siapa pun yang masuk ke dalam kamarnya akan dibuat kagum oleh sebuah rak yang berisikan buku-buku pelajaran, novel, dan album-album milik Lany, bahkan foto Paul Klein pun terpajang di sana. 

Sebagai hadiah, saat Lany mengadakan konser di Jakarta, Kean—sang pacar—membeli tiketnya. Dia tidak begitu suka Lany, tapi dia ikut nonton menemani Tesara.

Saking menikmati lagu Lany, Tesara tidak sadar kalau Kean datang. 

“Tiba-tiba banget udah duduk di sini? Katanya beres jam setengah sebelas?” tanya Tesara pada laki-laki yang kini duduk di sampingnya. 

“Kelasnya beres lebih cepat.” Kean mencabut sebelah earphone milik Tesara. “Dengerin lagu itu jangan kenceng-kenceng. Gue datang aja nggak kedengeran, kan?” Dia menjatuhkan kepalanya di pundak Tesara.  

Tesara hanya terkekeh. \"Katanya kelas?\" 

\"Nggak jadi.\" 

\"Lo kesini jalan kaki?”

\"Iya, motor gue dipake Yael.”

Keduanya lantas duduk bersama di bawah pohon rindang itu. Hari ini, mahasiswa baru mulai mengikuti kuliah. Tesara jadi ingat bagaimana awal kedekatannya dengan Kean sampai mereka bisa menjadi sepasang kekasih, padahal jarak Fakultas Teknik dan Fisip itu cukup jauh. Semuanya bermula ketika mereka masih menjadi calon mahasiswa baru, dan berkat Yael juga keduanya bisa seperti sekarang. 

Kean Rhai Elrich, namanya banyak sekali dibicarakan oleh para senior dan calon mahasiswi baru pada masa orientasi. Pada hari pertama pengarahan, banyak sekali orang yang menyebut namanya, bahkan bertanya-tanya ‘yang mana, sih, orangnya?’.  

Sejak SMA, Kean dikenal dengan ketampanan, kepintaran akademik, dan kepandaiannya dalam berbicara. Dia juga ikut lomba cerdas cermat sehingga mulai banyak yang membicarakannya. Jadi saat OSPEK dan banyak orang-orang yang dulu satu sekolah dengan Kean mulai melirik dan membicarakannya, Kean mendadak semakin dibicarakan di mana-mana. 

Seorang perempuan bernama Valerie Zenaira juga ikutan heboh ketika duduk di samping Tesara. 

“Eh, lo tahu Kean nggak, sih? Gue nggak sekolah di Bandung dulu, jadi nggak begitu tahu yang mana orangnya.”

Sehebat apa, sih, orangnya sampai Tesara harus tahu?

“Nggak tahu. Gue juga nggak update soal cowok.”

Valerie waktu itu sempat berdecak kesal, dia bahkan tidak mengajak Tesara bicara lagi karena menurutnya Tesara itu tidak asyik.

Para senior perempuan berdiri di depan pintu masuk aula, mereka benar-benar berisik. Maksudnya, waktu itu adalah hari pertama pengarahan untuk OSPEK, tapi kenapa mereka malah tidak profesional? 

Saat acara dibuka, seorang laki-laki duduk di sampingnya. Dengan senyum yang manis dan mata yang membentuk bulan sabit, dia mengulurkan tangannya pada Tesara, 

“Yael. Yael Elrich.”

Tesara terdiam cukup lama, dia kira ini Kean yang dimaksud orang-orang karena jujur saja, waktu itu hal pertama yang terlintas di kepala Tesara adalah; orang ini cakep juga. Tesara menjabat tangannya dengan senyum seadanya.

“Tesara.”

“Lo anak Ilkom?”

“Iya.”

“Gue juga. Kelas apa?”

“Gue B.”

“Kita sekelas berarti, gue juga B.” 

Hari itu, entah kenapa semuanya mengalir begitu saja. Tesara merasa cocok mengobrol dengan Yael dibandingkan Valerie. Selesai pengarahan, Yael mengajak Tesara ke kantin Fisip untuk melihat-lihat sekalian makan siang. Di sanalah pertemuannya dengan Kean untuk pertama kalinya. 

“Ini sepupu gue, Kean.” Yael mengenalkannya.

Laki-laki itu memakai kemeja panjang dengan lengan yang digulung sampai ke siku, tasnya menyampir di sebelah pundak. Kedatangannya membuat banyak orang melirik ke arahnya dan membicarakannya. Sebelum duduk, Kean sempat menatap Tesara dulu untuk beberapa saat, lalu dia tersenyum dan mengulurkan tangannya. 

“Kean.”

“Tesara.”

“Hati-hati.” Kean mendekatkan mulutnya ke telinga Tesara lalu berbisik, “Sebelah lo buaya.”

Ucapannya itu mendapatkan pukulan cukup kencang dari Yael. Dibandingkan sepupunya, Kean jauh lebih santai. Kulitnya agak gelap, hidungnya mancung tapi jauh lebih kecil, garis wajahnya sangat tegas, dan pembawaannya membuat Tesara tidak merasa canggung walaupun mereka baru saja kenal. Laki-laki itu sangat aktif berbicara, soal apa pun. 

“Kenapa nggak ambil Ilkom juga?”

Kean mengalihkan pandangannya pada Tesara. “Karena gue suka ngomong?”

“Iya.”

“Gue males satu jurusan sama Yael, udah muak gue.” 

Padahal kalau ada di jurusan yang sama, Tesara yakin mereka akan sering menghabiskan waktu bersama. Mulai dari sana, dia yang tadinya kesal pada orang-orang yang membicarakan Kean, tapi setelah mengenal laki-laki itu, Tesara jadi tahu kenapa banyak orang yang menyukainya.

Setelah itu, semuanya berjalan begitu saja. Kean bilang, dia sudah tertarik dan menyukai Tesara sejak pertama kali mereka bertemu. 

“Gue sengaja minta Yael ajak lo ke Teknik terus ninggalin lo, biar gue ada kesempatan buat nganterin lo pulang.” 

Sebelum benar-benar menerima Kean, Tesara mengamati laki-laki itu dulu. Kean adalah tipe laki-laki yang mudah akrab dan bergaul dengan siapa saja. Tesara juga beberapa kali sempat melihat Kean pergi dengan Celia—perempuan yang katanya sejak SMA sudah berteman baik dengan Kean dan Yael. Tesara tidak tahu, apakah dia akan sanggup menghadapi Kean yang sangat friendly dan punya sahabat perempuan seperti ini? 

“Tesara!” 

Lamunan Tesara buyar. “Apa, sih, Kean? Kenapa teriak-teriak?” Sambil melepas earphone dan memasukkannya kembali ke wadahnya, Tesara mendumal. 

“Gue dari tadi udah manggil lo dengan lembut, tapi lo nggak nyaut. Mana lo senyum-senyum lagi, kan, gue takut, Ra,” katanya balas mendumal. “Katanya mau sarapan, ayo. Keburu penuh nanti.” Kean mengulurkan tangannya untuk membantu Tesara berdiri, dia juga membantu Tesara menenteng totebag-nya itu. 

Sepanjang perjalanan menuju kantin, banyak orang yang menyapa mereka, apalagi Kean. Beginilah nasib punya pacar yang famous. Kean dan Tesara memilih spot favorit mereka, kursi di pojok dekat jendela yang menghadap ke halaman kampus. 

“Kayak biasa?” Kean langsung pergi setelah mendapatkan anggukan dari Tesara.

Kadang Tesara berpikir, kenapa dia bisa sangat jatuh pada Kean? Seperti hal apa pun yang laki-laki itu lakukan, Tesara selalu dibuat jatuh cinta. Hal kecil seperti yang dilakukannya sekarang misalnya, membawakan makanannya, mengikatkan rambut panjang Tesara, atau bahkan membuka tutup botol air mineral.

“Kalo makan, tuh, yang bener, Ra,” ucap Kean sambil mengambil tisu dan mengelap sudut bibir Tesara. 

“Masih pagi nggak usah sok romantis kayak gitu.” 

Kean terkekeh. “Kenapa? Salting, ya?” balasnya sambil tertawa. 

Pagi ini, Tesara tidak jadi menyesal datang ke kampus. Dia justru senang bisa menghabiskan banyak waktu dengan Kean seperti ini. Ditambah naik motor Scoopy kesayangan Kean, lalu membelah jalanan Kota Bandung dan sekitarnya. 

“Sore ini gue balik ke kampus, ya, Ra,” kata Kean setelah menurunkan Tesara di depan rumahnya.

“Ngapain? OSPEK, kan, udah selesai?” 

Setelah resmi menjadi mahasiswa, Kean memutuskan untuk bergabung menjadi tim pengurus himpunan dan masuk divisi humas. Sebenarnya masuk himpunan di awal semester itu hanya untuk membuatnya produktif dan mendapatkan banyak koneksi.

“Bakal ada acara gitu. Nanti kalau udah pasti, gue kasih tahu.” Kean hanya bisa menghela napas panjang melihat tangan Tesara yang kesusahan membuka pengait helmnya. “Sini, gue bukain.”

“Jangan malem-malem pulangnya. Sekarang lagi musim ujan, gue nggak mau, ya, denger lo nginep di kampus lagi.”

“Nggak, jam tujuh paling beres.”

“Jangan nginep-nginep.”

“Kalo nginep di sini boleh?”

“Boleh. Nginep di rumah gue nggak akan digigit nyamuk dan nggak akan kena demam berdarah.”

“Tapi digigit sama lo, kan?” Dengan wajah tengilnya itu, Kean menggoda Tesara dan membuat perempuan itu memukul lengannya.

“Ih, Kean! Udah sana pergi.” 

“Kalo abis dianterin pulang, tuh, harus cium tangan, terus bilang terima kasih.”

Tesara meraih tangan Kean dan mencium punggung tangannya. “Terima kasih, Pacar-ku. Hati-hati, ya,” ucapnya dengan tampang yang membuat Kean gemas.

“Gue jadi males rapat kalau lo udah gemes gini, Ra.”

“Udah sana jalan, apa mau gue cium dulu?” 

Tidak bisa dibiarkan. Sekarang Tesara sudah cukup jago membuatnya panas dingin. Kean buru-buru menyalakan motornya. “Gue pergi dulu.” Dari kaca spion, dia bisa melihat bagaimana Tesara tertawa sambil melambaikan tangannya pada Kean. 

***

Resky Widya Febriyanti (Re) 

Penulis