Deskripsi
Penulis: NURWINA SARI
ISBN: Sedang Diajukan
e-ISBN : Sedang Diajukan
Kertas: Bookpaper 52 Gram
Ukuran: 13 x 19 cm / Doff
Jumlah Hal: BW 282 Halaman
SINOPSIS
Suatu hari, kadang kala tatanan jadi berubah, kadang langit biru yang kita cari tidak ada, kadang hujan juga datang saat kita sedang tidak butuh-butuhnya. Kadang, kita memperoleh rasa yang tidak bisa dinikmati, tapi terpaksa harus dilalui karena manusia tidak berdaya menguasai semuanya.
Hari-hari, membungkus masa dan kenangan, mengukir tiap cerita yang nanti, hanya bisa tersisa jadi cerita untuk diri sendiri, dan ingatan usang yang entah bagaimana rasanya.
Tiap manusia, punya perayaan versi mereka. Dalam bentuk yang sederhana, maupun bentuk mewah yang tergantung dengan kesanggupan. Ah, iya, sedikit tanya, bagaimana kamu menyimpan seseorang dalam hidupmu?
Namanya Rangga Raja, mahasiswa semester akhir Fakultas Kehutanan, di Malang. Namanya berasal dari potongan kata serangga dan Raja yang berarti penguasa. Tentu, tidak ada maksud yang berlebihan untuk sebuah nama, kecuali doa yang semoga baik hidupnya di bumi.
“Jadi kapan kamu mau lulus? Ini teman-teman angkatan kamu tuh udah pada wisuda, udah kerja,” ujar ibunya di ruang tamu, saat berkunjung ke tempatnya. Noer namanya.
Rangga tersenyum. “Dikit lagi, Bu. Rangga juga pasti kayak mereka.”
“Pokoknya Ibu tunggu, ya, segera. Lulus, dapat kerja, dapat jodoh,” pinta ibunya.
“Aamiin, tapi minimal lulus dan dapat kerja dululah, Bu. Jodoh nanti, jangan sekaligus,” balas Rangga.
“Anak teman Ibu, tuh, juga udah ada yang mau berkeluarga, kamu juga harus cepat-cepat, nanti kamu dikira nggak laku,” jelas sang ibu.
Rangga tertawa, lalu menganggukkan kepalanya. “Hidup itu nggak perlu ikut perlombaan, Bu, asal kita sampai.”
Ibu menghela napasnya. “Udah makan? Makan dulu.” Kedatangan ibu ke sini membawa sekantong besar berisi makanan. Rangga mengikuti ibunya yang sedang berjalan menuju dapur, pertanyaan selanjutnya terdengar, “Masih sering naik gunung kamu? Untuk apa itu, Ga?” tanya Ibu beruntun tanpa menoleh.
“Untuk mengabarkan ke manusia, kalau Indonesia itu indah, Bu.”
“Kamu capek-capek, berhari-hari nggak pulang, beli peralatan mahal, dapat keuntungan itu?” mulut sang ibu terus bertanya.
“Dapat,” jawab Rangga.
“Apa?
“Meski bentuknya bukan materi, tapi naik gunung bisa mengobati sakit yang nggak ada penawarnya, Bu.”
Rangga lahir dari keluarga yang harmonis, kemudian, saat ia duduk di kelas 6 SD, orangtuanya berpisah. Ayahnya menikah lagi dan pindah ke Kalimantan. Sang ibu juga seperti ikut-ikutan, setahun setelahnya, menikah juga, dan punya satu anak perempuan. Luka itu, meski banyak orang yang mengalaminya, ini menyakiti Rangga, sekali, meski ia tidak pernah menunjukkan lemahnya dirinya.
Alam menyembuhkannya, sekarang. Atas keindahannya, atas tenang dan hangatnya.
Bersyukur, juga, nafkah dari orangtuanya, masih Rangga rasakan. Setidaknya, ia tetap jadi seorang anak bagi mereka.
***
NURWINA SARI
Penulis