Shabitha Namira, mahasiswi semester lima jurusan akuntansi. Meskipun umurnya baru menginjak dua puluh satu tahun, Shabitha sudah dipercayai oleh sang mami untuk mengelola florist milik maminya karena sudah sangat sibuk mengurus butik. Banyak hal yang sebenarnya menjadi pertimbangan Shabitha, salah satunya adalah tentang kuliahnya, sebelum pada akhirnya menerima permintaan Mami untuk menjadi owner florist yang bernama Everbloom. 

Malam itu, jalanan yang biasanya ramai dipenuhi oleh muda-mudi tampak lebih lengang. Shabitha melihat jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Helaan napas terdengar berat. Masalah yang ada di florist-nya membuat ia pulang lebih malam daripada biasanya.

Terkadang, banyak hal yang hadirnya tidak bisa diduga. Seperti saat ini, ia harus menggagalkan acara makan malam dengan William—salah satu teman terdekatnya di kelas dan sialnya ia menyukai laki-laki itu—karena masalah di florist tak kunjung usai juga. Jadi, ia harus kembali lagi ke florist besok usai kuliah selesai untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Shabitha melihat sekeliling sambil mengendarai motornya dengan pelan. Perempuan itu memakai hoodie berwarna krem karena dinginnya malam, serta masker yang menutupi wajahnya. Tujuannya saat ini adalah mencari makanan kesukaannya, mi ayam, untuk mengembalikan mood-nya yang sedang berantakan.

Melihat ada gerobak mi ayam yang masih buka di pinggir jalan, Shabitha segera menepikan motornya. Pelanggannya tidak begitu ramai, hanya ada dua pasangan yang sedang makan di tempat. Ia langsung memesan satu porsi mi ayam untuk dibungkus.

“Satu, ya, Bang. Bungkus,” ujar Shabitha.

“Oke, Neng. Ditunggu, ya!” jawab si penjual ramah.

***